Hari Jum’at adalah sayyidul ayyam. Artinya Jum’at mempunyai keistemewaan dibandingkan hari lain. Salah satu bukti keistimewaan hari Jum’at adalah disyariatkannya sholat Jum’at. Hari jumat adalah hari yang sangat special bagi Umat Muslim di mana saja mereka berada. Karena pada hari inilah para pemeluk Agama Islam melakukan suatu ritual ibadah yang punya nilai mulia bagi Allah SWT.. Jenis ibadah tersebut adalah shalat Jumat yang harus dilakukan secara berjamaah atau bersama-sama.
Shalat Jumat tidak boleh dilakukan sendiri-sendiri, seperti yang boleh dilakukan pada shalat wajib yang lain, tapi harus berjamaah. Ada beberapa keutamaan hari Jumat, di antaranya adalah sebagai berikut.
- Diciptakannya Nabi Adam AS
- Wafatnya Nabi Adam AS
- Hari Kiamat
- Orang beriman yang meninggal pada hari Jumat, dan terbebas dari siksa kubur
- Orang yang membaca Surah Yassin pada malam jumat atau di hari jumat, maka pahalanya setara khatam Al-Quran 10 kali
Sejarah shalat Jumat ini punya cerita dan perjalanan sejarah yang panjang. Permulaan perjalanan sejarah shalat jumat pertama kali adalah ketika perintah dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad ketika beliau masih berada di kota Mekkah dan sedang dalam persiapan untuk melakukan hijrah atau perjalanan ke kota Madinnah. Karena pada masa itu masih terjadi sengketa dengan kaum Quraisy, maka perintah tersebut tidak bisa dilakukan. Sebab sebagaimana yang telah diuraikan di atas bila salah satu syarat sahnya pelaksanaan shalat Jumat adalah harus dilakukan dengan berjamaah. Padahal ketika itu sangat sulit untuk mengumpulkan umat Islam secara bersama-sama di dalam satu tempat dan pada waktu yang sama pula.
Namun meski tidak bisa melaksanakan shalat Jumat Nabi Muhammad masih sempat mengutus salah seorang sahabatnya yang bernama Mush’ab bin Umair bin Hasyim yang tinggal di kota Madinnah agar dia mengajarkan Al-Qur’an pada penduduk kota itu. Maka pada saat inilah sejarah shalat Jumat dimulai.
Karena selain mengajarkan Al-Qur’an, sahabat setia Nabi tersebut juga meminta ijin pada beliau untu menyelenggarakan ibadah shalat Jumat. Dan Rasul dengan senang hati mengijinkannya. Jadi Mush’ah bin Umair bin Hasyim adalah orang yang pertama kali melakukan ibadah ini. Sementara Nabi Muhammad sendiri baru bisa melakukan shalat jumat ketika dia sudah berada di kota Madinnah. Pada waktu itu beliau ada di suatu daerah yang bernama Quba’ dan menemui sahabat dekatnya yang lain yang bernama Bani ‘Amr bin ‘Auf (Peristiwa ini terjadi pada hari Senin pada 12 bulan Rabi’ul Awwal). Kemudian tiga hari sesudahnya yaitu hari Kamis Nabi mendirikan sebuah masjid. Dan esoknya pada hari Jumat, Nabi Muhammad bertemu lagi dengan sahabatnya itu di kota Madinnah yang akan mengadakan shalat jumat di sebuah lembah yang telah dijadikan masjid dan tempatnya tidak begitu jauh dari mereka berdua.
Mengetahui hal tersebut maka Nabi Muhammad memutuskan untuk ikut melakukan shalat Jumat sekaligus berkhutbah sebelum pelaksanaan shalat. Inilah khutbah pertama yang dilakukan oleh Rasul ketika berada di kota Madinnah. Begitulah sekilas sejarah shalat Jumat menurut catatan dan bukti-bukti yang ada.
Setelah mengetahui perjalanan sejarah shalat jumat, tentu kita juga ingin tahu apa makna dibalik perintah shalat Jumat itu. Menurut beberapa ahli agama, shalat Jumat adalah simbol dari persatuan dan kesatuan umat Islam tanpa memandang pangkat, derajat, warna kulit, bahasa dan perbedaan sosial lainnya. Karena pada saat inilah kita bisa berkumpul menjadi satu untuk melakukan ibadah secara bersama-sama dan berdoa kepada Allah SWT.
Empat Puluh Orang
Shalat Jum’at (Jum’atan) bisa dianggap sebagai muktamar mingguan (mu’tamar usbu’iy) yang mempunyai nilai kemasyarakatan sangat tinggi. Karena pada hari Jum’at inilah umat muslim dalam satu daerah tertentu dipertemukan.
Mereka dapat saling berjumpa, bersilaturrahim, bertegur sapa, saling menjalin keakraban. Dalam kehidupan desa Jum’atan dapat dijadikan sebagai wahana anjangsana. Mereka yang mukim di daerah barat bisa bertemu dengan kelompok timur dan sebagainya.
Begitu pula dalam lingkup perkotaan, Jum’atan ternyata mampu menjalin kebersamaan antar karyawan. Mereka yang setiap harinya sibuk bekerja di lantai enam, bisa bertemu sesama karyawan yang hari-harinya bekerja di lantai tiga dan seterusnya.
Kebersamaan dan silaturrahim ini tentunya sulit terjadi jikalau Jum’atan boleh dilakukan seorang diri seperti pendapat Ibnu Hazm, atau cukup dengan dua orang saja seperti qaul-nya Imam Nakho’i, atau pendapat Imam Hanafi yang memperbolehkan Jum’atan dengan tiga orang saja berikut Imamnya.
Oleh sebab itu menurut Imam Syafi’i Jum’atan bisa dianggap sah jika diikuti oleh empat puluh orang lelaki. Dengan kat lain, penentuan empat puluh lelaki sebagai syarat sah sholat Jum’at oleh Imam Syafi’i memiliki faedah yang luar bisa
Comments
Post a Comment